1.4. Kebutuhan Revisi Peta Gempa IndonesiaSejak diterbitkannya SNI 03-的中文翻譯

1.4. Kebutuhan Revisi Peta Gempa In

1.4. Kebutuhan Revisi Peta Gempa Indonesia
Sejak diterbitkannya SNI 03-1726-2002, telah terjadi beberapa kejadian gempa besar di
Indonesia yang memiliki magnituda lebih besar dari magnituda maksimum perkiraan
sebelumnya, seperti Gempa Aceh (2004) dan Gempa Nias (2005). Pertanyaan yang kemudian
timbul adalah apakah peta gempa ini masih relevan atau mendesak untuk segera diperbaiki.
Di samping itu, pada beberapa tahun terakhir telah dikembangkan metoda analisis baru yang
bisa mengakomodasi model atenuasi sumber gempa tiga dimensi (3-D). Hal tersebut bisa
menggambarkan atenuasi penjalaran gelombang secara lebih baik dibandingkan dengan
model 2-D yang digunakan untuk penyusunan peta gempa SNI 03-1726-2002. Selanjutnya
penelitian-penelitian yang intensif mengenai fungsi atenuasi terkini dan studi-studi terbaru
tentang sesar aktif di Indonesia semakin menguatkan kebutuhan untuk memperbaiki peta
gempa Indonesia yang berlaku saat ini.
Gambar 4. Peta percepatan gempa maksimum di batuan dasar (SB) Indonesia dalam
SNI 03-1726-2002 yang saat ini berlaku di Indonesia.
Kronologis singkat mengenai upaya-upaya yang sudah dilakukan untuk penyempurnaan peta
zonasi gempa Indonesia sampai tahun 2008, diuraikan dalam Surahman et al., (2008). Usaha
formal untuk penyempurnaan peta gempa Indonesia telah dimulai sejak 2006. Usaha ini
diinisiasi oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan dukungan dari ITB, LIPI, BMKG, serta
asosiasi profesi yang berhubungan dengan industri konstruksi (Irsyam et al, 2007, 2008a dan
2008b). 2008a dan 2008b). Studi ini juga didukung melalui kerjasama dengan United States
Geological Survey (USGS). Selain itu, studi hazard gempa untuk Pulau Sumatra secara
terintegrasi dilakukan melalui dukungan penelitian Riset Unggulan Terpadu-KMNRT
6
(Sengara et al. 2007, 2008). Berbagai studi hazard kegempaan lanjutan telah dilakukan oleh
para anggota tim meliputi Irsyam et al. (2009), Sengara et al. (2009), Irsyam et al. (2010a dan
2010b), Sengara et al. (2010), dan Asrurifak et al. (2010).
Dalam upaya penyempurnaan peta zonasi gempa Indonesia ini, untuk mengintegrasikan
berbagai keilmuan dalam bidang zonasi gempa, maka pada tahun 2009 dibentuk Tim Peta
Zonasi Gempa Indonesia dan dengan analisis bahaya gempa probabilistik terintegrasi. Tim ini
meliputi ahli-ahli dari seluruh aspek terkait mulai dari geologi gempa, seismologi, tomografi,
deformasi crustal, dan gempa geoteknik dan gempa struktur bangunan dalam suatu kajian
terintegrasi dengan metoda probabilistik. Input-input geologi mengacu pada Natawidjaja
(2002, 2009), Kertapati (1999, 2009), input seismologi dan tomografi diberikan oleh
Widiyantoro (2009) dan Triyoso (2009), sedangkan input deformasi crustal dan slip-rate
diberikan oleh Meilano (2010). Kajian dan pengembangan peta dikonsentrasikan untuk Pulau
Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara. Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Negara Riset
dan Teknologi di bawah Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan-Analisis Kebutuhan
Iptek. Dalam kegiatan ini anggota tim telah bekerja secara intensif dan menghasilkan peta
zonasi gempa untuk Pulau Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara untuk periode ulang gempa 475
tahun dan 2475 tahun, atau masing-masing dengan level hazard 10% dan 2% kemungkinan
terlewati (probability of exceedance/PE) dalam rencana umur bangunan 50 tahun. Beberapa
seismic source model, khususnya untuk memperhitungkan beberapa patahan aktif telah
dilakukan. Model NGA (Next Generation Attenuation) diadopsi untuk atenuasi getaran gempa
patahan dangkal. Beberapa seismic source model ini masih memerlukan kajian dan penelitian
lebih lanjut. Dokumen hasil kajian ini dilaporkan dalam Sengara et al. (2009).
PSHA untuk kawasan Indonesia Timur memerlukan dukungan dari ahli-ahli terkait geologi,
seismologi, tomografi, deformasi crustal dan gempa geoteknik secara terintegrasi, seperti
halnya yang telah dilakukan untuk Pulau Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara oleh Tim Ristek.
Oleh karena itu, penyempurnaan zonasi gempa untuk kawasan Indonesia Timur ini dikerjakan
oleh Tim-9 yang dibentuk di bawah koordinasi Departemen Pekerjaan Umum. Dalam
pelaksanaanya, selain didukung oleh Departemen Pekerjaan Umum, kegiatan Tim-9 ini juga
didukung oleh Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR) yang berada
dalam naungan dan untuk mendukung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dalam hal ini AIFDR bekerja sama dengan ITB dan Pusat Pemukiman - Departemen
Pekerjaan Umum untuk penyempurnaan peta zonasi gempa Sumatra, Jawa, dan Nusa
Tenggara dan Kawasan Timur Indonesia sampai peta zonasi gempa siap untuk
direkomendasikan dalam SNI gempa.
Dalam perencanaan bangunan gedung, telah disepakati bersama bahwa peta gempa Indonesia
yang baru akan disusun berdasarkan data-data seismisitas paling terkini, hasil-hasil riset
terbaru mengenai kondisi seismotektonik di Indonesia, dan menggunakan analisis dengan
model 3-D dengan merujuk pada International Building Code 2009 (IBC 2009) dimana IBC
2009 menggunakan probabilitas terlampaui 2% untuk masa layan bangunan 50 tahun (perioda
ulang gempa 2475 tahun) sebagai dasar untuk menentukan gempa desain.
7
2. Seismic Hazard Analysis
Hasil analisis hazard/bencana kegempaan (seismic hazard analysis/SHA) berupa percepatan
maksimum, respon spektra, dan time-histories. Ada dua metoda yang biasa digunakan dalam
SHA, yaitu: deterministik (Deterministic Seismic Hazard Analysis/DSHA) dan probabilistik
(Probabilistic Seismic Hazard Analysis/PSHA).
Secara umum metoda DSHA dapat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah
identifikasi sumber-sumber gempa yang meliputi lokasi sumber-sumber gempa, geometri
sumber, mekanisme kegempaan, sejarah kegempaan, dan parameter kegempaan seperti
magnituda maksimum dan frekuensi keberulangan kejadian gempa. Tahap kedua adalah untuk
setiap sumber gempa yang berada di sekitar lokasi studi ditentukan (diskenariokan) parameter
gempa yang akan menghasilkan dampak di lokasi studi seperti magnituda yang maksimum
dan lokasi kejadian yang terdekat ke lokasi studi. Tahap ketiga adalah menghubungkan
parameter sumber gempa dengan parameter pergerakan tanah di lokasi studi dengan
menggunakan fungsi atenuasi. Tahap keempat adalah menentukan parameter gempa desain
berdasarkan skenario yang menghasilkan parameter pergerakan tanah terbesar (worst case
scenario).
Metode DSHA umumnya diaplikasikan untuk mengestimasi percepatan gempa untuk
konstruksi yang sangat membahayakan jika terjadi kerusakan, seperti bangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) (Irsyam et al., 1999), bendungan besar, konstruksi yang dekat
dengan sesar aktif, dan untuk keperluan emergency response. Kelebihan metoda ini adalah
mudah digunakan untuk memprediksi gerakan gempa pada skenario terburuk. Sedangkan
kelemahannya adalah metoda ini tidak mempertimbangkan probabilitas terjadinya gempa dan
pengaruh berbagai ketidakpastian yang terkait dalam analisis (Kramer, 1996).
Analisis probabilistik PSHA pada prinsipnya adalah analisis deterministik dengan berbagai
macam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa yang menghasilkan
pergerakan tanah terbesar. Perbedaan utama antara pendekatan DSHA dan PSHA adalah pada
pendekatan probabilistik (PSHA), frekuensi untuk setiap skenario pergerakan tanah yang akan
terjadi juga diperhitungkan. Dengan demikian, pendekatan PSHA juga bisa digunakan untuk
memprediksi seberapa besar probabilitas kondisi terburuk akan terjadi di lokasi studi. Metoda
ini memungkinkan untuk memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian dalam
analisis seperti ukuran, lokasi dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini memberikan
kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi,
diperkirakan, dan kemudian digabungkan dengan metode pendekatan yang rasional untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kejadian gempa.
Analisis DSHA dan PSHA pada kenyataannya saling melengkapi. Hasil DSHA dapat
diverifikasi dengan PSHA untuk memastikan bahwa kejadian tersebut masih realistik atau
mungkin terjadi. Sebaliknya, hasil analisis PSHA dapat diverifikasi oleh hasil analisis DSHA
untuk memastikan bahwa hasil analisis tersebut rasional. Lebih jauh, McGuire (2001)
menyampaikan bahwa DSHA dan PSHA akan saling melengkapi tetapi dengan tetap
memberikan penekanan pada salah satu hasil. Untuk keperluan desain infrastruktur tahan
gempa, umumnya digunakan PSHA dengan tingkatan gempa atau probabilitas terlampaui
mengikuti SEAOC (1997).
8
Metode PSHA dikembangkan oleh Cornell (1968), kemudian dilanjutkan oleh Merz dan
Cornell (1973). Model dan konsep dari analisis ini tetap dipakai sampai sekarang, namun
model dari analisis dan teknik perhitungannya yang terus dikembangkan oleh EERI
Committee on Seismic Risk (EERI, 1989) memiliki empat tahap (Gambar 5), yaitu a)
identifikasi sumber gempa, b) karakterisasi sumber gempa, c) pemilihan fungsi atenuasi, dan
d) perhitungan hazard gempa. Teori ini mengasumsikan magnituda gempa M dan jarak R
sebagai variabel acak independen yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total
ini dapat dinyatakan sebagai berikut
H (a) = Σ vi ∫∫ P[A > a⎜m, r] ƒMi (m) ƒRi⎜Mi(r,m)drdm 2.1
dimana vi adalah annual rate (dengan magnituda lebih tinggi dari nilai batas Moi) pada sumber
gempa I, ƒMi (m) dan ƒRi⎜Mi(r,m) berturut-turut adalah fungsi kepadatan probabilitas magnituda
dan jarak. P[A > a⎜m, r] adalah probabilitas sebuah gempa dengan magnituda m pada jarak r
yang memberikan percepatan maksimum A di lokasi lebih tinggi dari a.
Software untuk PSHA yang digunakan dalam studi ini didapat dari USGS (Harmsen, 2007)
dimana input parameter yang digunakan adalah seperti yang dijelaskan pada model sumber
gempa dibagian Bab 5. Selain itu, untuk pengecekan dan pembanding digunakan juga
software EZ-Frisk (Risk Engineering, 2009).
Gambar 5. PSHA untuk mendapatkan pergerakan tanah di batuan dasar.
(A) IDENTIFIKASI SUMBER (B) KARAKTERISASI SUMBER (C) PEMILIHAN FUNGSI
ATENUASI
(D) PERHITUNGAN
PROBABILITAS
TERLAMPAUI
Magnitude, M
Log No. Earth
0/5000
原始語言: -
目標語言: -
結果 (中文) 1: [復制]
復制成功!
1.4. Kebutuhan Revisi Peta Gempa IndonesiaSejak diterbitkannya SNI 03-1726-2002, telah terjadi beberapa kejadian gempa besar diIndonesia yang memiliki magnituda lebih besar dari magnituda maksimum perkiraansebelumnya, seperti Gempa Aceh (2004) dan Gempa Nias (2005). Pertanyaan yang kemudiantimbul adalah apakah peta gempa ini masih relevan atau mendesak untuk segera diperbaiki.Di samping itu, pada beberapa tahun terakhir telah dikembangkan metoda analisis baru yangbisa mengakomodasi model atenuasi sumber gempa tiga dimensi (3-D). Hal tersebut bisamenggambarkan atenuasi penjalaran gelombang secara lebih baik dibandingkan denganmodel 2-D yang digunakan untuk penyusunan peta gempa SNI 03-1726-2002. Selanjutnyapenelitian-penelitian yang intensif mengenai fungsi atenuasi terkini dan studi-studi terbarutentang sesar aktif di Indonesia semakin menguatkan kebutuhan untuk memperbaiki petagempa Indonesia yang berlaku saat ini.Gambar 4. Peta percepatan gempa maksimum di batuan dasar (SB) Indonesia dalamSNI 03-1726-2002 yang saat ini berlaku di Indonesia.Kronologis singkat mengenai upaya-upaya yang sudah dilakukan untuk penyempurnaan petazonasi gempa Indonesia sampai tahun 2008, diuraikan dalam Surahman et al., (2008). Usahaformal untuk penyempurnaan peta gempa Indonesia telah dimulai sejak 2006. Usaha inidiinisiasi oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan dukungan dari ITB, LIPI, BMKG, sertaasosiasi profesi yang berhubungan dengan industri konstruksi (Irsyam et al, 2007, 2008a dan2008b). 2008a dan 2008b). Studi ini juga didukung melalui kerjasama dengan United StatesGeological Survey (USGS). Selain itu, studi hazard gempa untuk Pulau Sumatra secaraterintegrasi dilakukan melalui dukungan penelitian Riset Unggulan Terpadu-KMNRT6(Sengara et al. 2007, 2008). Berbagai studi hazard kegempaan lanjutan telah dilakukan olehpara anggota tim meliputi Irsyam et al. (2009), Sengara et al. (2009), Irsyam et al. (2010a dan2010b), Sengara et al. (2010), dan Asrurifak et al. (2010).Dalam upaya penyempurnaan peta zonasi gempa Indonesia ini, untuk mengintegrasikanberbagai keilmuan dalam bidang zonasi gempa, maka pada tahun 2009 dibentuk Tim PetaZonasi Gempa Indonesia dan dengan analisis bahaya gempa probabilistik terintegrasi. Tim inimeliputi ahli-ahli dari seluruh aspek terkait mulai dari geologi gempa, seismologi, tomografi,deformasi crustal, dan gempa geoteknik dan gempa struktur bangunan dalam suatu kajianterintegrasi dengan metoda probabilistik. Input-input geologi mengacu pada Natawidjaja(2002, 2009), Kertapati (1999, 2009), input seismologi dan tomografi diberikan olehWidiyantoro (2009) dan Triyoso (2009), sedangkan input deformasi crustal dan slip-ratediberikan oleh Meilano (2010). Kajian dan pengembangan peta dikonsentrasikan untuk PulauSumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara. Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Negara Risetdan Teknologi di bawah Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan-Analisis KebutuhanIptek. Dalam kegiatan ini anggota tim telah bekerja secara intensif dan menghasilkan petazonasi gempa untuk Pulau Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara untuk periode ulang gempa 475tahun dan 2475 tahun, atau masing-masing dengan level hazard 10% dan 2% kemungkinanterlewati (probability of exceedance/PE) dalam rencana umur bangunan 50 tahun. Beberapaseismic source model, khususnya untuk memperhitungkan beberapa patahan aktif telahdilakukan. Model NGA (Next Generation Attenuation) diadopsi untuk atenuasi getaran gempapatahan dangkal. Beberapa seismic source model ini masih memerlukan kajian dan penelitianlebih lanjut. Dokumen hasil kajian ini dilaporkan dalam Sengara et al. (2009).PSHA untuk kawasan Indonesia Timur memerlukan dukungan dari ahli-ahli terkait geologi,seismologi, tomografi, deformasi crustal dan gempa geoteknik secara terintegrasi, sepertihalnya yang telah dilakukan untuk Pulau Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara oleh Tim Ristek.Oleh karena itu, penyempurnaan zonasi gempa untuk kawasan Indonesia Timur ini dikerjakanoleh Tim-9 yang dibentuk di bawah koordinasi Departemen Pekerjaan Umum. Dalampelaksanaanya, selain didukung oleh Departemen Pekerjaan Umum, kegiatan Tim-9 ini jugadidukung oleh Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR) yang beradadalam naungan dan untuk mendukung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).Dalam hal ini AIFDR bekerja sama dengan ITB dan Pusat Pemukiman - DepartemenPekerjaan Umum untuk penyempurnaan peta zonasi gempa Sumatra, Jawa, dan NusaTenggara dan Kawasan Timur Indonesia sampai peta zonasi gempa siap untukdirekomendasikan dalam SNI gempa.Dalam perencanaan bangunan gedung, telah disepakati bersama bahwa peta gempa Indonesiayang baru akan disusun berdasarkan data-data seismisitas paling terkini, hasil-hasil risetterbaru mengenai kondisi seismotektonik di Indonesia, dan menggunakan analisis denganmodel 3-D dengan merujuk pada International Building Code 2009 (IBC 2009) dimana IBC2009 menggunakan probabilitas terlampaui 2% untuk masa layan bangunan 50 tahun (periodaulang gempa 2475 tahun) sebagai dasar untuk menentukan gempa desain.72. Seismic Hazard AnalysisHasil analisis hazard/bencana kegempaan (seismic hazard analysis/SHA) berupa percepatanmaksimum, respon spektra, dan time-histories. Ada dua metoda yang biasa digunakan dalamSHA, yaitu: deterministik (Deterministic Seismic Hazard Analysis/DSHA) dan probabilistik(Probabilistic Seismic Hazard Analysis/PSHA).Secara umum metoda DSHA dapat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama adalahidentifikasi sumber-sumber gempa yang meliputi lokasi sumber-sumber gempa, geometrisumber, mekanisme kegempaan, sejarah kegempaan, dan parameter kegempaan sepertimagnituda maksimum dan frekuensi keberulangan kejadian gempa. Tahap kedua adalah untuksetiap sumber gempa yang berada di sekitar lokasi studi ditentukan (diskenariokan) parametergempa yang akan menghasilkan dampak di lokasi studi seperti magnituda yang maksimumdan lokasi kejadian yang terdekat ke lokasi studi. Tahap ketiga adalah menghubungkanparameter sumber gempa dengan parameter pergerakan tanah di lokasi studi denganmenggunakan fungsi atenuasi. Tahap keempat adalah menentukan parameter gempa desainberdasarkan skenario yang menghasilkan parameter pergerakan tanah terbesar (worst casescenario).Metode DSHA umumnya diaplikasikan untuk mengestimasi percepatan gempa untukkonstruksi yang sangat membahayakan jika terjadi kerusakan, seperti bangunan PembangkitListrik Tenaga Nuklir (PLTN) (Irsyam et al., 1999), bendungan besar, konstruksi yang dekatdengan sesar aktif, dan untuk keperluan emergency response. Kelebihan metoda ini adalahmudah digunakan untuk memprediksi gerakan gempa pada skenario terburuk. Sedangkankelemahannya adalah metoda ini tidak mempertimbangkan probabilitas terjadinya gempa danpengaruh berbagai ketidakpastian yang terkait dalam analisis (Kramer, 1996).Analisis probabilistik PSHA pada prinsipnya adalah analisis deterministik dengan berbagaimacam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa yang menghasilkanpergerakan tanah terbesar. Perbedaan utama antara pendekatan DSHA dan PSHA adalah padapendekatan probabilistik (PSHA), frekuensi untuk setiap skenario pergerakan tanah yang akanterjadi juga diperhitungkan. Dengan demikian, pendekatan PSHA juga bisa digunakan untukmemprediksi seberapa besar probabilitas kondisi terburuk akan terjadi di lokasi studi. Metoda
ini memungkinkan untuk memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian dalam
analisis seperti ukuran, lokasi dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini memberikan
kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi,
diperkirakan, dan kemudian digabungkan dengan metode pendekatan yang rasional untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kejadian gempa.
Analisis DSHA dan PSHA pada kenyataannya saling melengkapi. Hasil DSHA dapat
diverifikasi dengan PSHA untuk memastikan bahwa kejadian tersebut masih realistik atau
mungkin terjadi. Sebaliknya, hasil analisis PSHA dapat diverifikasi oleh hasil analisis DSHA
untuk memastikan bahwa hasil analisis tersebut rasional. Lebih jauh, McGuire (2001)
menyampaikan bahwa DSHA dan PSHA akan saling melengkapi tetapi dengan tetap
memberikan penekanan pada salah satu hasil. Untuk keperluan desain infrastruktur tahan
gempa, umumnya digunakan PSHA dengan tingkatan gempa atau probabilitas terlampaui
mengikuti SEAOC (1997).
8
Metode PSHA dikembangkan oleh Cornell (1968), kemudian dilanjutkan oleh Merz dan
Cornell (1973). Model dan konsep dari analisis ini tetap dipakai sampai sekarang, namun
model dari analisis dan teknik perhitungannya yang terus dikembangkan oleh EERI
Committee on Seismic Risk (EERI, 1989) memiliki empat tahap (Gambar 5), yaitu a)
identifikasi sumber gempa, b) karakterisasi sumber gempa, c) pemilihan fungsi atenuasi, dan
d) perhitungan hazard gempa. Teori ini mengasumsikan magnituda gempa M dan jarak R
sebagai variabel acak independen yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total
ini dapat dinyatakan sebagai berikut
H (a) = Σ vi ∫∫ P[A > a⎜m, r] ƒMi (m) ƒRi⎜Mi(r,m)drdm 2.1
dimana vi adalah annual rate (dengan magnituda lebih tinggi dari nilai batas Moi) pada sumber
gempa I, ƒMi (m) dan ƒRi⎜Mi(r,m) berturut-turut adalah fungsi kepadatan probabilitas magnituda
dan jarak. P[A > a⎜m, r] adalah probabilitas sebuah gempa dengan magnituda m pada jarak r
yang memberikan percepatan maksimum A di lokasi lebih tinggi dari a.
Software untuk PSHA yang digunakan dalam studi ini didapat dari USGS (Harmsen, 2007)
dimana input parameter yang digunakan adalah seperti yang dijelaskan pada model sumber
gempa dibagian Bab 5. Selain itu, untuk pengecekan dan pembanding digunakan juga
software EZ-Frisk (Risk Engineering, 2009).
Gambar 5. PSHA untuk mendapatkan pergerakan tanah di batuan dasar.
(A) IDENTIFIKASI SUMBER (B) KARAKTERISASI SUMBER (C) PEMILIHAN FUNGSI
ATENUASI
(D) PERHITUNGAN
PROBABILITAS
TERLAMPAUI
Magnitude, M
Log No. Earth
正在翻譯中..
 
其它語言
本翻譯工具支援: 世界語, 中文, 丹麥文, 亞塞拜然文, 亞美尼亞文, 伊博文, 俄文, 保加利亞文, 信德文, 偵測語言, 優魯巴文, 克林貢語, 克羅埃西亞文, 冰島文, 加泰羅尼亞文, 加里西亞文, 匈牙利文, 南非柯薩文, 南非祖魯文, 卡納達文, 印尼巽他文, 印尼文, 印度古哈拉地文, 印度文, 吉爾吉斯文, 哈薩克文, 喬治亞文, 土庫曼文, 土耳其文, 塔吉克文, 塞爾維亞文, 夏威夷文, 奇切瓦文, 威爾斯文, 孟加拉文, 宿霧文, 寮文, 尼泊爾文, 巴斯克文, 布爾文, 希伯來文, 希臘文, 帕施圖文, 庫德文, 弗利然文, 德文, 意第緒文, 愛沙尼亞文, 愛爾蘭文, 拉丁文, 拉脫維亞文, 挪威文, 捷克文, 斯洛伐克文, 斯洛維尼亞文, 斯瓦希里文, 旁遮普文, 日文, 歐利亞文 (奧里雅文), 毛利文, 法文, 波士尼亞文, 波斯文, 波蘭文, 泰文, 泰盧固文, 泰米爾文, 海地克里奧文, 烏克蘭文, 烏爾都文, 烏茲別克文, 爪哇文, 瑞典文, 瑟索托文, 白俄羅斯文, 盧安達文, 盧森堡文, 科西嘉文, 立陶宛文, 索馬里文, 紹納文, 維吾爾文, 緬甸文, 繁體中文, 羅馬尼亞文, 義大利文, 芬蘭文, 苗文, 英文, 荷蘭文, 菲律賓文, 葡萄牙文, 蒙古文, 薩摩亞文, 蘇格蘭的蓋爾文, 西班牙文, 豪沙文, 越南文, 錫蘭文, 阿姆哈拉文, 阿拉伯文, 阿爾巴尼亞文, 韃靼文, 韓文, 馬來文, 馬其頓文, 馬拉加斯文, 馬拉地文, 馬拉雅拉姆文, 馬耳他文, 高棉文, 等語言的翻譯.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: