Karna versi Jawa sudah mengetahui bahwa ia adalah kakak tiri para Pandawa sejak awal, yaitu menjelang perkawinannya dengan Surtikanti. Jadi, kedatangan Kresna menemuinya sewaktu menjadi duta ke Hastinapura bukan untuk membuka jati dirinya, namun hanya untuk memintanya agar bergabung dengan Pandawa.
Karna menolak dengan alasan sebagai seorang kesatria, ia harus menepati janji bahwa ia akan selalu setia kepada Duryodana. Kresna terus mendesak bahwa dharma seorang kesatria yang lebih utama adalah menumpas angkara murka. Dengan membela Duryodana, berarti Karna membela angkara murka. Karena terus didesak, Karna terpaksa membuka rahasia bahwa ia tetap membela Korawa supaya bisa menghasut Duryodana agar berani berperang melawan Pandawa. Ia yakin bahwa angkara murka di Hastinapura akan hilang bersama kematian Duryodana, dan yang bisa membunuhnya hanya para Pandawa. Karna yakin bahwa jika perang meletus, dirinya pasti ikut menjadi korban. Namun, ia telah bertekad untuk menyediakan diri sebagai tumbal demi kebahagiaan adik-adiknya, para Pandawa.
Dalam perang tersebut Karna akhirnya tewas di tangan Arjuna. Namun versi Jawa tidak berakhir begitu saja. Keris pusaka Karna yang bernama Kaladite tiba-tiba melesat ke arah leher Arjuna. Arjuna pun menangkisnya menggunakan keris Kalanadah, peninggalan Gatotkaca. Kedua pusaka itu pun musnah bersama.