Sains and Buddhism
Kita adalah apa yang yang kita pikirkan. Diri kita adalah hasil dari apa yang kita pikirkan. Dengan pikiran, kita membangun dunia.
~Buddha~
Suatu ketika memandang awan di langit. Tak beberapa lama, saya memandang kembali, namun awan itu telah lenyap.
Kita tentunya pernah merasa bersalah, menyesal. Rasa sesak menyelimuti dada. Penuh isak tangis dalam hati. Kita pun bertanya-tanya apa tujuan hidup ini?
Matahari terbit dan terbenam. Dunia terus berputar. Ulat pun sudah bertransformasi menjadi kupu-kupu. Kita sebagai manusia sudahkah bertransformasi ke arah yang bijak?
Batin mulai tersadarkan! Dengan ketulusan hati ingin bertobat dan memulai lembaran baru.
Ketika batin Anda mulai tenang dan rendah hati, Anda baru bisa membuka wawasan dan menerima suatu Ajaran.
Iri hati, benci, marah, dendam, kecewa, sedih, yakin, optimis, simpati dan segala bentukan emosi negatif maupun positif, hal itu semua ibarat awan yang terbentuk di langit. Melalui persepsi sendiri, kita mengindentifikasikannya sebagai "aku". Begitupula seperti persepsi kita saat melihat awan, kemudian menamai awan sebagai anjing, kucing, bunga, dsb, karena awan tampak berbentuk seperti itu. Bagaimanapun juga, itu adalah awan yang lambat laun akan melebur bersama atmosfer.
Ketika kita mengalami berbagai bentuk emosi maupun perasaan, amatilah setiap kemunculannya dan biarkan ia berlalu dan lenyap. Karena segala fenomena atau bentukan yang muncul bukan 'aku', 'milikku', 'diriku'. Tugas kita hanya sebagai pengamat yang baik tanpa terlibat di dalamnya. Ibarat langit luas tanpa diskriminasi terhadap awan putih atau awan gelap. Ia hanya berperan sebagai langit maha luas, sebagai pengetahu atau sadar apa yang terjadi, tanpa terseret oleh awan-awan yang berlalu lalang.
Mempertajam perhatian penuh melalui cara ini, perlahan-lahan kesadaran kita menyadari hakikat kehidupan. Melekat terhadap segala bentukan ibarat menggenggam air. Kita tidal mendapat apa-apa. Bentukan itu kosong dari diri. Ironisnya, kita terjebak akan ilusi adanya sang 'aku'.
Ketika kaki kita menginjak bumi ini dan memandang awan, kita melihatnya sebagai benda padat yang solid. Namun ternyata ia sudah dalam bentukan gas. Itulah ilusi.
Sama halnya dengan manusia, kita menganggapnya solid. Dalam realita atau kebenaran tertingginya, kita semua tak lebih dari sekumpulan energi yang terus berubah. Nothing is solid.
Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, namun energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Mengutip Prajnaparamita Hrdya Sutra atau biasa kita kenal dengan nama Sutra Hati (Xin Cing).
"Wahai Sariputra, segala sesuatu (dharma) bercorak sunyata; mereka tak muncul, juga tak berakhir...."
Ketika suhu udara atmosfer rendah (sangat dingin), awan pun berubah wujud menjadi es atau salju (perubahan wujud gas menjadi padat). Ketika mendapat kehangatan, bentukan es tersebut mencair (perubahan wujud padat menjadi cair). Ketika suhu udara tinggi, air menguap. Jika uap air tersebut dikelilingi suhu atmosfer yang rendah, maka terbentuklah awan (perubahan wujud cair menjadi gas). Namun, ketika suhu atmosfernya tinggi, awan pun lenyap dan melebur bersama atmosfer.
Apa yang disebut sebagai "makhluk" adalah kumpulan pancakhanda. Apa itu "pancakhanda"? Lima kelompok kemelekatan, yang terdiri dari badan jasmani (rupa), perasaan (vedana), persepsi (sanna), bentukan mental (sankhara), dan kesadaran (vinnana). Pancakhanda ini terus berubah (tidak kekal), tidak memuaskan, dan tanpa aku (kosong dari diri) atau sunyata.
"Oleh karena itu, di dalam kekosongan, tiada bentuk, perasaan, pencerapan, bentukan pikiran, dan kesadaran"
~Prajnaparamita Hrdya Sutra~
Diibaratkan bentukan awan yang telah melebur dalam atmosfer.
Selama ini kita terkungkung oleh pandangan diskriminitas, membeda-bedakan satu dan lain hal karena ketidakmampuan menembus realita.
Kita bergantung atau melekat terhadap segala bentukan dan proses batin (pencerapan, perasaan, bentukan emosi, kesadaran indria) yang muncul melalui ke 6 kontak indria. Melalui kontak indria inilah kita terhubung akan dunia luar. Kehidupan kita sehari-hari tak lebih dari keenam kontak indria ini yang menghasilkan kesadaran indria. Kita mengetahui segala macam bentukan (rupa) dan juga mengalami proses batin (pencerapan, perasaan, bentukan emosi, kesadaran indria).
Sesungguhnya, segala bentukan, baik internal dan eksternal itu ilusi, namun kita terbuai dan melekat. Disinilah letak penderitaan.
Karena kita hanyalah energi, bukan suatu makhluk yang solid, oleh sebab itu, kita terhubung satu sama lain. Terhubung dengan makhluk dan juga alam semesta. Luar biasa kan? Kemampuan kita terbatas untuk melihat gelombang energi itu. Suatu contoh dalam kehidupan sehari-hari, ketika ada orang diliputi cinta kasih, kita merasa nyaman di dekatnya. Sebaliknya, jika ada orang yang diliputi energi amarah, kita pun merasa atmosfirnya menjadi tidak enak. Pada umumnya, orang menyebutnya sebagai aura yang terpancar dari dalam batin.
Kita adalah apa yang yang kita pikirkan. Diri kita adalah hasil dari apa yang kita pikirkan. Dengan pikiran, kita membangun dunia.
~Buddha~
Oleh karena itu, mulai saat ini jangan membuang energi Anda untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Pergunakan dan optimalkan energi Anda untuk hal-hal bermanfaat.
Teruslah berupaya dalam melemahkan dan melenyapkan energi negatif. Sebaliknya, munculkan dan kembangkan energi positif. Inilah yang disebut Upaya Benar dalam Jalan Mulia Berunsur 8.
Kembangkan energi perhatian penuh (sati) dan kesadaran Anda untuk melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya.
Hanya ketika batin kita diam dan tenang, kita mampu melihat dengan jelas ibarat melihat bulan purnama dalam telaga nan jernih dan tenang.
Semoga sila, samadhi, dan panna semakin murni dan berkembang.
May all beings be well, happy, peaceful, and free from suffering.
Sadhu... sadhu... sadhu...