Jakarta -
Kejaksaan menorehkan sejarah dalam perang melawan narkoba pada tahun ini. Hal itu dibuktikan dengan tuntutan mati kepada 9 orang penyelundup 800 kg sabu yang dipimpin WN China, Wong Chi Ping.
Tuntutan mati kepada kelompok Wong ini bisa dikatakan yang terbesar di meja hijau. Bagaimana tidak, jaksa tidak memberi ampun kepada 9 anggota geng Wong Chi Ping. Semuanya dituntut mati! Jaksa tidak memberikan rasa kasian sedikit pun kepada mereka. Kendati 9 orang itu memiliki peran yang berbeda tuntutan mati diberikan kepada 9 orang tersebut.
Sebut saja Tan See Ting yang merupakan WN Malaysia yang direkrut Wong untuk dijadikan driver. Meski hanya menjadi sopir, jaksa tidak tetap berikan tuntutan mati kepada Tan See Ting karena jaksa menganggap kejahatan narkoba adalah kejahatan organisasi, sehingga tiap peran dianggap memiliki kepentingan sehingga wajar bila diberikan tuntutan hukuman maksimal. Ada juga Andika, yang berperan sebagai ABK dan Sujardi sebagai perantara yang tetap dituntut mati.
"Perbuatan terdakwa merusak generasi muda. Fakta persidangan itu, maka kita lakukan tuntutan sidang ini. Kalau sampai sabu lolos, kan lebih dari 800 kg hampir 1 ton, kita bisa bayangkan berapa generasi bangsa yang akan rusak," tutur ketua tim JPU Teguh Ananto.
Bila dibandingkan dengan persidangan kasus Bali Nine yang melibatkan 9 orang, tentunya perlakuan jaksa sangat berbeda. Saat sidang di tingkat pertama pada tahun 2006 silam, tidak semua komplotan Bali Nine diberikan tuntutan mati oleh jaksa. Hanya dua orang dari Bali Nine yang dituntut mati oleh jaksa yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumuran.
Selain perkara Wong Chi Ping, jaksa juga menyatakan perang ketika menyidangkan perkara 1,2 ton ganja. 3 Bos ganja asal Aceh Muhammad Nasir, Bambang Andrianto dan Zaini Jamalluddin juga sudah dituntut mati oleh jaksa.
Di Jakarta Pusat, jaksa juga memberikan tuntutan mati kepada Riady selaku tangan kanan mafia narkoba Silvester. Tapi apa daya, hakim lebih menganggap Riady lebih pantas divonis 20 tahun penjara ketimbang dikirim ke regu tembak.
Tidak hanya di Jakarta, korps Adhayaks yang dikomandoi Jaksa Agung Prasetyo juga membuat gempar dunia hitam narkoba. Puluhan gembong narkoba dituntut mati di berbagai pelosok negeri.
Di Aceh, satu keluarga dituntut mati. Mereka semua adalah komplotan yang menyelundupkan 14 kg sabu dari Malaysia. Mereka yaitu kurir Herman. Lalu Ramli, anak Ramli yaitu Muzakir dan istri Ramli yaitu Nani. Sayang, keempatnya hanya dihukum seumur hidup. Lagi-lagi, pengadilan emoh menghukum mati dengan alasan HAM.
Di Sumatera Utara, Jaksa Agung Prasetyo terus mengajukan tuntutan mati kepada para pengedar narkoba kelas kakap, antara lain:
Kasus ganja 4,2 ton
1. Zulkifli dituntut mati.
2. Muhajir dituntut mati.
3. Fadly Fauzi dituntut mati.
4. Mursal dituntut mati.
Kasus ganja 354 kg
1. Sulaiman Daud dituntut mati.
2. Robinson Tambunan dituntut mati.
3. Yusri Iskandar dituntut mati.
Penyelundupan 3,2 kg sabu
1. Warga Negara (WN) Lithuania, Mindaugas Verikas dituntut mati.
Adapun di Riau, mereka yang kena tuntutan mati adalah Agus Arifin dan Sulaiman dalam kasus 30 kg sabu. Penyelundupan 40 kg sabu juga dilakukan lewat Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Dua WNI Iran Mustofa Moradalivand-Sayed Hashem, yang awalnya hanya dituntut 20 tahun dan 15 tahun penjara, jaksa lalu mengajukan kasasi dengan mengubah permohonannya menjadi tuntutan mati. Hasilnya, Mustofa dihukum mati dan Sayed dihukum seumur hidup.
Keseriusan Prasetyo tidak hanya di meja hijau tetapi juga di ujung timah panas eksekutor. Prasteyo mencatat sebagai satu-satunya Jaksa Agung yang berkomitmen memberantas narkoba dengan mengeksekusi mati 14 gembong narkoba dalam kurun kurang dari 6 bulan.
Mereka yang dieksekusi mati adalah:
Dieksekusi mati Januari 2015:
1. WN Brasil, Marco Archer Cardoso Moreira, kasus penyelundupan 13 kg kokain
2. WN Malawi, Namaona Denis, kasus penyelundupan 1 kg heroin
3. WN Nigeria, Daniel Enemuo, kasus penyelundupan heroin lebih dari 1 kg
4. WN Belanda, Ang Kiem Soei, kasus pabrik narkoba terbesar se-Asia
5. WN Vietnam, Tran Thi Bich Hanh, kasus penyulundupan 1,5 kg sabu
6. WNI Rani Andriani, kasus penyelundupan 3,5 kg heroin
Diekseksusi mati April 2015
7. WN Australia, Myuran Sukumaran, kasus penyelundupan 8,2 kg heroin
8. WN Ghana, Martin Anderson, kasus perdagangan 50 gram heroin
9. WN Spanyol, Raheem Agbaje Salami, kasus penyelundupan 5,8 kg heroin
10. WN Brasil, Rodrigo Gularte, kasus penyelundupan 6 kg heroin
11. WN Australia, Andrew Chan, kasus penyelundupan 8,2 kg heroin
12. WN Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise, kasus penyelundupan 1,2 kg heroin
13. WN Nigeria, Okwudili Oyatanze, kasus perdagangan 1,5 kg heroin
14. WNI, Zainal Abidin, kasus 58 kg ganja
Nyali Prasetyo membuat gerah dunia: Australia, Brasil, Belanda hingga Sekjen PBB protes keras. Namun Prasetyo bergeming. Perang besar terus dikobarkan.
Sayang, komitmen besar Prasetyo dalam melindungi Indonesia dari bahaya narkoba digoyang isu reshuffle. Indonesia sangat rugi jika kehilangan Jaksa Agung yang tegas dan tengah menjadi jenderal perang melawan kartel narkoba. (rvk/asp)