“Son Wendy….”Aku menoleh dan melihatnya berdiri disana. Daun-daun berjatuhan disekitarnya disertai senyuman manis dari bibirnya.
“Bagaimana bisa kau meninggalkanku?” tanyanya dan ia berlari kearahku.
“Jalanmu lelet.” jawabku singkat.
Kami berjalan beriringan beserta hembusan angin musim gugur yang menyejukkan. Betapa bahagia kurasakan ketika tubuh tingginya berjalan ke belakangku dan memelukku dari belakang. Aku sempat tersentak sebentar tetapi ia menggenggam kedua tanganku dan memasukannya kedalam saku mantelku. Begitu hangat, itu membuatku ingin terus tersenyum.
“Coba kupinjam ponselmu.” Ia mengambil ponsel dalam mantelku dan melepaskan tanganku. Aku mendesah sebal, ternyata ia memiliki niat lain, bukan untuk menghangatkanku.
“Dimana kontak Seulgi?” tanyanya.
“Untuk apa? Jangan bilang-” dengan cepat kucoba raih ponselku dari genggamannya tetapi gagal. Tubuhnya sangat tinggi sehingga ia dengan mudah menaikkan tangannya sehingga aku tak dapat meraihnya.”Sedang kutulis pesan untuk Seulgi tentang hubunganku dengan kau yang sebenernya. Dan pesan terima kasih. Kalau bukan karenanya kau benar-benar tidak akan pernah melihatku bermain basket dan drum di sekolah.” ucapnya sambil terus mengetik.
“YA! Apa kau gila? Aku telah berbohong pada gadis itu bahwa aku tidak menyukaimu. Bahkan tidak akan pernah.” Aku berusaha memohon sambil terus berusaja meraih ponselku.
“Itu salahmu. Atau perlukah kita foto bersama untuk kutunjukkan ke teman-temanku karena aku juga berbohong padanya ketika mereka bertanya apakah aku memiliki seorang kekasih? Dan untuk… SinB.” tanyanya.
Belum sempat kujawab lelaki itu menarikku mendekat dan mengambil foto kami berdua. Aku menoleh kearahnya dan ia hanya menyengir lebar dan memberikan ponselku kembali.
“Ya, Kang Minhyuk!” aku berteriak dan berusaha untuk memukulnya. Tetapi ia menahan tanganku, dan malah menautkan jari-jarinya pada jari-jariku. Aku terdiam dan hanya mengikutinya melangkah. Ia menggenggam tanganku begitu kuat, dan senyuman tak lepas dari wajahnya.
Aku menyayanginya. Tidak, aku mencintainya. Aku sangat mencintainya. Maka itu aku tak ingin takut lagi, aku akan mencoba untuk meraihnya kembali agar aku dapat memilikinya seutuhnya. Sama halnya ia akan mencoba untuk datang setiap saat hanya untuk memperhatikan kupu-kupunya dan berusaha untuk membuat kupu-kupu itu hanya terbang disekitarnya.
Ia tak perlu bertanya ada apa denganku. Namun sekarang aku akan memberitahunya, bahwa sekarang aku merasa sangat bahagia.