batik pada masa penjajahan Belanda, Jepang, Pasca kemerdekaan dan masa kini.
Pada bab XI dituliskan perkembangan batik pasca kemerdekaan disertai peran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menggerakan industri batik.
Perkembangan batik didorong oleh kebijakan pemerintah untuk mendidikan
koperasi dan membagikan lisensi bagi koperasi dan pengusaha namun
perkembangan pengusaha pribumi tetap kalah bersaing dengan pengusaha
Tionghoa dan Arab. Perkembangan batik Pekalongan dikalangan pribumi
ditandai dengan berdirinya koperasi PPIP yaitu Koperasi Persatuan Perbatikan
Indonesia Pekalongan yang menyediakan bahan baku berupa tekstil, obat-obatan
batik yaitu zat warna dan bahan kimianya. Selain itu perkembangan batik
pekalongan juga disebabkan oleh peningkatan fungsi batik pada tahun 1952
yaitu dari kain tapih dan sarung menjadi gaun untuk wanita dan kemeja untuk
pria, bahkan perkembangan selanjutnya batik menajdi bahan aksesoris untuk
topi, sprei, badcover, taplak meja dll. Perkembangan batik pekalongan mencapai
puncaknya pada tahun 1952 sampai dengan 1964 dimana batik memberikan
kemakmuran bagi masyarakat. Perkembangan pesat ini terjadi karena iklim
usaha perdagangan yang baik antara lain kebijakan pemerintah untuk
menggunakan produksi dalam negeri dan membatasi masuknya sandang impor.
Buku ini juga memberikan informasi dan ulasan tentang kemerosotan batik
Pekalongan yang mulai terjadi pada tahun 1974 dimana saat itu mulai masuknya
industri tektil motif batik printing dan membanjirnya produk garmen dan tekstil
impor. Kekurangan modal serta kurangya pengetahuan dalam bidang
manajemen dan tekhnologi membuat perkembangan batik menjadi stagnan dan