Kepeduliannya pernah disalahpahami oleh papa dan yang lain.
Sekalipun begitu kami kompak sekali dalam urusan menghormati papa. Kami sama sekali tidak mempersoalkan gaya hidup papa dan kadang ketidakhadirannya dalam hidup anak-anaknya. Kami semua telah menerima dan menghormatinya sepenuhnya. Papa tidak boleh dikritik terutama di hadapan anak-anak perempuannya. Ruang sosial keluarga Pratomo Hudiono (nama Indonesia papa) tidak boleh disinggung. Bisa bahaya kalau disinggung. Kami bisa sangat defensif. Entah dari mana kekompakan kami ini.
Ketika anak-anaknya belum berkeluarga, dipimpin oleh kakak sulung saya, membuat kesepakatan bahwa kami tidak akan ribut soal warisan. Kami merasa cukup dibekali dengan pendidikan yang diusahakan oleh orangtua dengan sepenuh daya. Kekompakan anak-anak papa mungkin bisa menakutkan orang lain yang masuk. Kemudian saya dan yang lain mendukung keluarga nuclear yang mengutamakan urusan keluarga kecilnya terlebih dulu.
Menurut ajaran Konghucu, saya yang belum menikah akan menjadi bagian dari keluarga yang ada. Saya putuskan saya keluar dan bertanggung jawab sendiri atas hidup saya. Ada jarak yang jelas dan mereka tidak punya tanggung jawab menanggung hidup saya. Dukungan terhadap keluarga nuclear ini sering tidak dipahami oleh keluarga yang berpegang pada prinsip keluarga extended. Saya sering yang tampil memberi klarifikasi ketika ada yang mempersoalkannya